Pagi ini aku mengikuti sebuah tausyiah yang rutin diadakan oleh mama-mama yang anaknya bersekolah di tempat anakku bersekolah juga. Baru dua kali aku datang, tapi subhanallah, ilmu yang didapat luarbiasa sekali. Banyak hal-hal baru yang membuka wawasan, hati dan pikiran terhadap sesuatu yang mungkin sudah lama kita ketahui tapi, mungkin belum sempurna.
Kali ini Ustadz Usman yang biasanya mengisi ceramah, sedang mengantarkan istrinya menunaikan ibadah haji, karenanya diganti dengan Ustadzah Aisyah Dahlan. Seperti biasa tausyiah setiap Rabu pagi diadakan di rumah Mama Ozan, masih di kawasan Pamularsih juga. Naik sedikit ke atas, dan karena seperti seperti biasa diriku yang takut menyetir ke lokasi yang naik ke atas, akhirnya ikut rombongan Mama Fadhil, bersama dengan mama-mama yang lain.
Karena mendekati Iedul Adha, maka tentunya materi yang dibahas tidak jauh-jauh dari hal itu. Oya, sewaktu Ustadzah Aisyah Dahlan hadir, sekilas aku teringat rekanku, Silvi Harifianto. Mirip sekali. Sehingga sambil nyengir-nyengir sendiri, aku sms padanya say hi hi.. (gak penting banget.. )
Uztadzah menceritakan tentang Nabi Ibrahim AS, sebagai teladan umat Islam, dan bagaimana Allah menempatkan keluarga Nabi Ibrahim AS sebagai contoh untuk kita semua. Bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail sendirian, hanya semata karena perintah Allah. Kemudian teladan-teladan yang bisa kita dapatkan dari Nabi Ibrahim, seperti ketaatan beliau pada Allah, kebiasaan beliau menyempurnakan semua perintah dan ajaran dari Allah SWT. Juga tentang bagaimana beliau mendidik dirinya, anaknya dan keluarganya dalam mengikuti ajaran Allah SWT.
Lebih dari itu, ada satu hal penting yang aku dapatkan. Sesuatu yang baru, memberi wawasan baru pada paradigmaku tentang sesuatu yang lama coba aku raih : IKHLAS.
Menurut Ustadzah, yang dinamakan Ikhlas itu tidak harus selalu berarti legowo. Bukan berarti harus lega, damai, tenang tidak memikirkan apa yang sudah kita kerjakan atau keluarkan. Uztadzah mengumpamakan, dalam memberikan infaq. Sering kali ada yang mengatakan, “Ayo bu, infaqnya. Sedikit tak mengapa asal ikhlas..” Bagi Uztadzah, itu salah. Lebih baik mengatakan, “Ayo bu, yang banyak asalkan ikhlas..”
So?
Jadi, yang dinamakan Ikhlas itu sejatinya adalah mengutamakan Allah dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Kita mengutamakan melakukan sesuatu atas nama Allah, bukan untuk yang lain, walaupun itu dengan berat hati. Jadi ikhlas itu bukanlah suatu kondisi di mana kita bisa memberikan sesuatu, atau melakukan sesuatu tanpa beban. Bukan. Ustadzah memberikan contoh. Beliau menunaikan sholat malam, dengan bangkit dari tidur sambil berkeluh kesah, “Ya Allah, aku ini masih ngantuk. Capek ya Allah..” Tapi, sholat malam itu tetap ditunaikan. Dengan khusyuk tentunya. Jadi Ikhlas melakukannya untuk Allah. Bukan karena terpaksa. Bukan karena yang lain. Bukankah kemudian yang dipilih adalah menunaikan sholat, bukannya malah meneruskan tidur? Itu dia.
Kemudian, contoh yang lain. Misalkan kita memiliki uang sebesar 250 ribu rupiah. Kemudian kita berniat membeli baju dengan uang yang kita miliki itu. Kemudian kita dihadapkan pada suatu kondisi, yang kita harus memilih untuk menginfakkan uang itu.
Kondisi A : kita menginfakkan sebagian uang itu, misalnya sebesar 100 ribu rupiah. Yang 150ribu rupiah, masih bisa kita simpan untuk beli baju. Dalam hati kita berkata, “Ya udah deh, sama-sama. Ikhlas wis, yang 100ribu untuk infaq, kan masih ada 150ribu untuk beli baju..”
Kondisi B : kita menginfakkan seluruh uang itu, 250 ribu rupiah. Dalam hati kita berkata, “Yah, udah deh diinfakkan semua, ndak bisa beli baju sudah… “
Mana yang dinamakan ikhlas, menurut anda? Kondisi A, atau Kondisi B?
Kondisi A? Bukan. Anda tidak ikhlas. Karena masih ada uang yang sengaja disisihkan untuk keperluan duniawi.
Menurut uztadzah Aisyah Dahlan, yang dinamakan ikhlas itu adalah kondisi B. Biarpun dalam hati kita berat, tetapi sudah tidak ada lagi uang kita karena sudah diserahkan semuanya, hanya karena Allah. Kita infakkan semua karena Allah. Tidak ada yang bisa diperbuatkan? Itu karena Allah. Kalau kita tidak ikhlas, pasti tidak diberikan semuanya, seperti kondisi A, atau justru tidak infaq sama sekali...
Kind of very difficult and complicated thing, isn’t it?
Well, sepertinya masih banyak yang harus dipelajari buat saya, untuk digging ikhlas sebenar-benarnya. Satu lagi yang harus diketahui, bahwa ikhlas itu adalah semata di jalan lurus. Tidak ada namanya ikhlas untuk kemaksiatan. Jadi misalnya muda mudi yang lagi pacaran, melakukan hubungan terlalu jauh, tapi dengan hati ‘ikhlas’ karena suka sama suka… Itu bukan ikhlas namanya. Itu sih sudah memang niat jelek dari sononya...
Thus, incredible moment of learning ikhlas. Got to be more understand what ikhlas should be, what is it, how is it working.. Need time, need heart, need guts. But yes indeed, we have to try.
Alhamdulillah, aku mendapatkan ilmu baru. Sampai detik ini pun aku masih merenung-renungkan, seperti itu ya? Hm, gimana ya.. aku yang tidak nyaut karena ilmunya masih rendah.. Begitu sepertinya.
Bagaimana pendapat anda?
**digging ikhlas, drowning, deeper and deeper.
wind
No comments
Post a Comment