Setiap orang memiliki cara menulis yang berbeda-beda. Ada dua tipe terbesar—menurut bacaan-bacaan yang kutemukan di dunia maya: pantser dan planner. Sebenarnya, mana yang lebih baik?
Dalam perjalanan menulisku, aku membaca berbagai opini tentang pantser dan planner ini. Menurutku, dua-duanya bisa dilakukan, sekali lagi karena tiap orang memiliki cara menulis yang tidak sama. Bila seseorang tidak terbiasa menulis dengan teratur dan terstruktur, akan susah memaksanya menulis dengan mencatat semua detil dan kerangka terlebih dulu. Sebaliknya, si planner pun akan mati gaya ketika diminta menuliskan langsung secara spontan.
Pantser, Langsung Gas
Istilah ini diambil dari kata dalam bahasa Inggris: "pants" yang artinya celana. Means, si penulis cuma bermodal celana, tanpa perlu yang lain. Langsung tulis, tuangkan semua. Mereka akan berlari kencang ketika ide itu segar di benak. Sebaliknya, si pantser ini bisa macet ketika sudah tidak menemukan lagi apa yang harus ditulis. Seringnya, hal ini dikatakan sebagai writer's block.
Improvisasi dan intuisi bekerja dengan baik di tipe penulisan seperti ini. Cerita yang sudah dirancang pun bisa berubah ketika mereka mendapatkan ide baru lagi. Waktu penulisan pun bisa sangat beragam. Ketika mood baik, mereka bisa menyelesaikan dengan cepat. Ketika sedang buntu, mereka tidak akan maju-maju.
Planner, Penuh Rencana
Sebaliknya, si planner menyusun semua puzzle di kepalanya dengan saksama sebelum menuliskan ceritanya. Menentukan premis, kerangka, storyline, detail karakter, dan sebagainya. Untuk orang yang terbiasa berpikir terstruktur, ini akan lebih mudah. Panduan yang dimiliki dalam kerangka atau storyline akan membuatnya lebih mudah menuliskan keseluruhan cerita.
Untuk tipe ini, seringnya terkendala riset yang berlebihan, tidak tahu kapan mesti berhenti. Juga karena sibuk dengan penyusunan, waktu menulis terkadang mundur karena ingin sempurna di depan sebelum mulai. Kelebihannya, dengan adanya rencana yang matang, penulisan akan lancar. Tidak perlu terlalu pusing memikirkan akan dibawa ke mana cerita ini kemudian.
Mana yang Lebih Baik?
Tidak ada yang lebih baik. Dua-duanya bisa dilakukan, mungkin dengan tipe orang yang berbeda. Semuanya akan sesuai dengan cara dan tipe belajar masing-masing. Untukku, masa menulis dengan model pantser sudah berlalu. Kini aku memilih untuk menjadi si planner. However, cara itu membuatku lebih mudah melihat arah dan tujuan tulisan.
Selain itu, buat sebagian orang—aku, misalnya—akan sangat menantang untuk bisa memenuhi tenggat dan memenuhi janji premis yang sudah disiapkan di depan. Permainan kata dalam menulis keseluruhan cerita biasanya menjadi joyride adventure—perjalanan yang menyenangkan.
Setelah bertemu dengan beberapa teman penulis yang seringnya kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan ceritanya, aku menyadari bahwa mereka hanya tidak bisa melakukan langkah yang benar dalam penyusunan. Terkadang ketika sudah mendapat ide, langsung saja gas dengan sedikit corat-coret kecil dan mempercayakan isi tulisannya pada waktu. Nanti akan ketemu sendiri, begitu seringnya mereka berkata.
Yang terjadi, tulisan-tulisan itu macet, kehilangan arah, atau bahkan menjadi bertele-tele. Hal-hal tidak penting pun masuk, mengambil tempat yang cukup besar, membuat cerita menjadi lambat dan terasa tidak kuat.
Somehow, pengetahuan tentang struktur cerita, kerangka, atau step menyusun peta kisahnya di awal adalah penting. Sebagian hanya fokus pada konflik, karakternya, endingnya bagaimana, tanpa merasa perlu untuk menyusun hal penting yang menurutku harus ada: sketsa alias struktur cerita. Dengan panduan itu, walau sederhana, minimal sudah dibikin, akan memudahkan menuliskan cerita secara utuh.
Minimal, dengan itu writers block bisa dihindari.
Karena Gemas, Aku Ada
Itu membuatku mencapai pada satu kesimpulan. Meskipun seseorang adalah seorang pantser dalam menulis—alias menulis tanpa perlu rencana yang detail tentang apa yang ditulisnya, sedikit pengetahuan tentang struktur akan lebih baik. Hal itu membuat seseorang, tak peduli tipe atau bagaimana cara dia menulis, akan lebih mudah melakukan proses menulis karena sudah memiliki panduan bagaimana arah cerita yang ditulisnya.
Nah, karena gemas pada beberapa bacaan hasil karya teman-teman yang kusimak dalam konteks bedah naskah ataupun editing, aku memutuskan untuk sedikit berbagi tentang hal itu bersama Papermind Creative Studio. Yang penting adalah pengetahuan tentang struktur dan bagaimana kisah itu dikuatkan dalam proses penulisan. Paling tidak, berangkat menulis sudah punya senjata. Mau bergabung?
No comments
Post a Comment