Kehidupan memang tidak bisa ditebak. Klise, ya? Namun, kalau sudah dikorek habis sampai tuntas, kadang kisah hidup orang lain membuat kita tercenung. Siapa sangka, di balik sosoknya yang begini begitu, ternyata ada kisah yang begitu begini.
Buku Sebelas Jalan Kehidupan ini memuat kisah tentang sebelas penulis yang sudah menukik dan menikung dalam perjalanan hidupnya. Jelas, tidak ada yang sama. Masing-masing penulis menceritakan sisi hidupnya yang tak pernah dilihat oleh banyak orang. Sekaligus menjadi penanda bahwa hidup setelahnya tidak pernah sama lagi.
Berusaha Menjadi Abadi
Life is stranger than fiction. Itu yang dikatakan oleh Wiwien Winarto, penyunting naskah Sebelas Jalan Kehidupan yang memberikan pengantar dalam buku, sekaligus pengampu Kelas Menulis Biografi yang diadakan oleh Padmedia Publisher pada September 2023.
Kelas Menulis Biografi itulah yang menjadi awal dari terbitnya buku ini. Para murid di kelas tersebut diminta menuliskan biografi hidup, yang tentunya terlalu panjang untuk dijadikan satu buku bersama. Tujuan lain adalah membuat buku solo tentang hidup masing-masing.
Solusinya kemudian adalah semua diminta menuliskan memoar. Tentu saja, seperti dalam setiap pekerjaan rumah yang diberikan ibu guru, tidak semuanya mengumpulkan. Akhirnya terkumpul sebelas tulisan yang cukup menarik untuk dijadikan satu antologi. Hadirlah buku ini.
Dalam pengantarnya yang bertajuk "Berusaha Menjadi Abadi", Wiwien mengatakan bahwa banyak keajaiban yang tersembunyi dalam kisah nyata yang benar-benar dijalani seseorang. Tidak perlu diupayakan terlalu keras untuk menjadi nyata, setiap kisah itu memiliki titik magis untuk memikat.
Dan itulah yang terjadi dalam buku ini. Setiap naskah dalam antologi memoar ini menjadi prasasti kehidupan yang akan abadi—selama buku ini terus dibaca. Setiap penulis menyampaikan kisahnya dengan menarik, tanpa perlu didramatisasi sebab memang sudah penuh drama. Hidup tanpa drama, tidak mengasyikkan.
Sepotong dari Seluruh Cerita
Memoar adalah menyajikan sepotong kisah kehidupan dari keseluruhan yang telah dijalani. Bukan dari titik lahir hingga vanish, melainkan satu episode saja, yang paling nendang. Sebelas penulis dalam buku ini mengisahkannya dengan luar biasa.
Achmad Pramudito, yang biasa dipanggil Mas Pram, menceritakan titik baliknya ketika memilih menjadi jurnalis dalam "Perjalanan Panjang 28 Tahun Berakhir, tetapi Darahku Tetap Jurnalis". Sebagai seorang anak wartawan, Mas Pram tidak bercita-cita jadi jurnalis—pada awalnya. Namun, coba-coba melamar jadi wartawan Memorandum kemudian membuatnya menjadi jurnalis untuk dua puluh delapan tahun berikutnya.
Evie Suryani Pohan menceritakan pengalamannya menjadi pustakawan yang kemudian mendorongnya membuat Rumah Baca 3 Mev dalam tulisan berjudul "Agar Barus Kembali Wangi". Hal itu mendorongnya menulis buku tentang Barus, kota asalnya di Sumatra Utara, kota yang menjadi titik penting perkembangan peradaban Islam di Indonesia. Harapan Evie, bukunya akan mengangkat nama Barus ke dunia.
"Jurnal Ibu Rumah Tangga Digital" adalah judul tulisan Heni Prasetyorini, yang berkisah tentang perjalanannya sejak masa kuliah hingga menikah. Pilihannya menjadi ibu rumah tangga yang tetap berkecimpung dalam dunia digital sampai saat ini menjadi kisah yang menarik dalam buku ini.
Ikasari mengisahkan tentang betapa berharganya sang putri dalam "Semata Wayang". Bagaimana ia mengambil pilihan untuk tetap bekerja sambil menjaga putri satu-satunya adalah sebuah perjuangan yang patut direnungkan.
Dalam "Yang Terlupa", Iradah Haris mengisahkan bagaimana ia beralih dari seorang karyawan hingga memiliki pabrik sendiri bersama keluarga, sampai berangkat mendampingi suami menjadi kepala desa di Bawean. Perjuangan membuktikan diri sebagai pemimpin yang baik pun melalui berbagai tantangan, termasuk dari habib sepuh setempat.
RWilis mengisahkan cita-citanya di masa muda yang akhirnya tercapai dalam "Terwujud di 55 Tahun". Tinggal dan bekerja di Jakarta adalah keinginannya dulu, justru dilakoninya saat ini saat harus mengasuh cucu pertama yang didapat dari anak sulungnya. Naik turun perjalanan hidupnya dikisahkan dengan menarik dalam tulisan itu.
Sylvia Tanumihardja mengisahkan perjalanan hidupnya dalam "Gadis". Perjuangannya menjadi dokter dan tetap belajar hingga kini menjadi cerita inspirasi yang memikat. Sylvia menikmati setiap titik dalam hidupnya dengan bahagia, terutama di saat ini.
Sementara Titie Surya mengisahkan hidupnya dalam "Perjalanan Bersama Jarum Ajaib". Secara magis, semua mimpi-mimpinya terwujud dan membawanya menjadi seorang akupunkturis saat ini. Selain itu, Titie yang juga jadi penulis pun membingkai titik balik kehidupannya dengan manis.
Dalam "Tourprenenur: Berbisnis di Usia Sore", Wina Bojonegoro mengisahkan perjalanannya dari seorang karyawan menjadi pemilik bisnis tur dan travel. Tulisan Wina pun penuh dengan tips menarik dari hidupnya yang berwarna selama 12 tahun terakhir.
Saya juga menulis dalam buku ini. "Kisah si Hantu Goreng" adalah sebuah perjalanan panjang memiliki bisnis kuliner—cakue dan roti goreng—di saat anak-anak sedang di usia sekolah. Naik turun dan jatuh bangunnya tak mudah dilupakan dari ingatan. Dengan menulis dalam buku ini, beban berat terangkat dan semuanya terasa lebih mudah.
Yoni Astuti menuliskan perjalanannya sejak bersekolah hingga menjadi tour guide dalam "Ayun Langkahku". Pilihan yang diambil dalam setiap tikungan telah membawanya ke saat ini, yang penuh dengan kebahagiaan dan anugerah dengan menjadi pramuwisata yang mumpuni, termasuk menjadi asesor pramuwisata.
Buku Merah Penuh Cerita
Kisah-kisah yang hadir dalam buku ini membuat kita merenung sejenak. Kehidupan mendorong setiap orang ke titik balik masing-masing, yang tidak pernah sama. Benang merahnya adalah bahwa dalam hidup ada satu titik penting yang membuat kita beralih ke sisi lain yang ternyata membawa makna baru dalam hidup. Maju terus, move on. Yang sakit dan lelah ditinggalkan, tetapi tetap dikenang untuk diambil pelajaran.
Menuliskan memoar, menjadi salah satu healing yang terbaik—setidaknya begitu bagi saya. Si hantu goreng dan segala kebisingan kejadian kala itu terus-terusan menghantui hidup saya sebelumnya, bahkan untuk membicarakannya pun saya enggan. Namun, setelah menulis kisah yang ada dalam buku merah ini, perlahan hati saya menghangat kembali. Tak perlu ada duka yang disimpan terlalu lama. Masih banyak bahagia lain yang bisa dinikmati di belahan hidup yang berikutnya.
Buku merah ini penuh dengan cerita yang menakjubkan. Satu dan lainnya membawa kisah yang berbeda-beda. Tentu saja, buku ini sangat layak dibaca untuk mendapatkan inspirasi menarik tentang kehidupan.
Selamat menikmati!
SEBELAS JALAN KEHIDUPANPenerbit: Padmedia PublisherEditor : Wiwien WinartoCover : Yoes WibowoUkuran buku: 14x21 cmJumlah halaman: xii + 221 halamanPenata Letak: Windy RachmawatiPenulis:Achmad Pramudito, Evi Suryani Pohan, Heni Prasetyorini, Ikasari,Iradah Haris, RWilis, Sylvia Tanumihardja, Titie Surya,Windy Effendy, Yoni Astuti
#resensibuku #sebelasjalankehidupan #windyeffendy #padmediapublisher #writer
No comments
Post a Comment