Ketika Kesempatan Datang Sekali Lagi

Resensi Buku Kehidupan Kedua oleh Windy Effendy

Setiap orang pasti ingin diberi kesempatan kedua, bila mungkin. Mengulang hal-hal yang kini mungkin (ternyata) disesali, atau mengulang kembali hidup dari awal. Reset. Mulai dari nol, seperti saat harus mengisi ulang bahan bakar. 

Sebuah buku yang diberi judul Kehidupan Kedua, terbitan Padmedia pada akhir 2024, telah mengumpulkan 36 kisah inspiratif yang bicara soal kesempatan untuk memulai. Kisah-kisahnya beragam, dari soal kehidupan asmara, soal penyakit, soal pekerjan, dan masih banyak lagi. Para penulisnya mengabadikan momentum saat mereka harus menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa hidup sedang dimulai sekali lagi. 


Hidup yang Harus Dirayakan

Istilah yang digunakan, Kehidupan Kedua, yang sekaligus jadi judul buku ini, mewakili satu titik balik perjuangan hidup yang dimaknai dengan mendalam. Buku ini merupakan bagian dari seri Hidup Ini Indah, Beib, (HIIB) yang digagas oleh trio perempuan tangguh: Wina Bojonegoro, Didi Cahya, dan Heti Palestina Yunani. Tidak main-main, seri ini sudah mencapai yang kesembilan. 

HIIB berawal dari celetukan tak sengaja. Kemudian Wina Bojonegoro—seorang penulis dan sastrawan—mewujudkannya menjadi antologi yang berseri, dengan dukungan kedua rekannya. Mereka membuat open call penulis, hingga naskah pun berdatangan. Tulisan yang lolos kurasi kemudian dibedah, direvisi, dan diedit sebelum dibukukan. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok yang dimentori oleh satu orang. Selain Wina, Didi—seorang penulis dan editor; dan Heti—jurnalis dan juga editor; menjadi mentor kepenulisan dalam rangkaian proses pembukuan.

Biasanya para penulis yang terkumpul dalam HIIB adalah perempuan, kecuali dalam buku HIIB tema dokter dan tema lelaki. Di HIIB dokter, terkumpul tulisan dengan kisah unik dari beberapa dokter lelaki dan perempuan. Di tema buku lelaki, kepanjangan HIIB diubah sedikit menjadi: Hidup Ini Indah, Bro. Di buku Kehidupan Kedua, ada satu penulis lelaki di antara 35 penulis perempuan.

Setiap buku yang dilahirkan dari semangat HIIB selalu mengusung tema yang menarik. Ada yang tentang ayah, traveling, perempuan jomlo, dokter-dokter tangguh, dan sebagainya. Apa pun itu, serial HIIB ini mengajak penulis mengangkat satu momen hidup yang kemudian harus dimaknai dan dirayakan. 


Tikungan dan Tanjakan Kehidupan

Dalam Kehidupan Kedua, banyak hal menarik yang bisa ditemui. Mengutip pengantar dari Wina Bojonegoro yang juga pemilik Padmedia Publisher yang menerbitkan buku ini: para penulis telah berbagi kisah, rahasia, dan jalan keluar yang mungkin saja tidak ditemukan pembaca di lingkungan mereka. 

Salah satu rahasia kehidupan adalah kita tidak pernah tahu akhirnya. Banyak orang yang memaksa untuk menjalani hidup dengan caranya, yang terkadang belakangan baru tahu bahwa itu bukanlah yang terbaik untuk dia. Itulah yang banyak dikisahkan dalam buku ini. Kita diajak merenung berkali-kali. 

Setiap orang memiliki beda persoalan walaupun bertema nyaris sama. Soal pekerjaan, misalnya. Persoalan mutasi pekerjaan dan warna-warninya dikisahkan oleh Agus Prasmono, satu-satunya penulis lelaki dalam buku ini. Ada Eva Sundari yang mengisahkan sepak terjangnya di dunia politik dan menjadi wakil rakyat. Perihal bisnis, ada cerita seru Heni Prasetyorini tentang hidupnya dengan coding dan membangun bisnis dari sana. Dari Prancis, Sita S. Phulpin mengisahkan adaptasinya pada hidup dan pekerjaan di Prancis. Ibu pemilik Padmedia, Wina Bojonegoro, turut menceritakan perjalanannya dalam menjadi pengusaha di dunia wisata yang sudah sesak. 

Perihal rumah tangga dan pernikahan juga menjadi kisah tiada akhir. Kita bisa baca cerita Angelina Merry yang mengisahkan tentang keputusannya tinggal di kos setelah naik turun kehidupan rumah tangganya. Sang editor buku ini, Heti Palestina Yunani, mengisahkan tentang pernikahannya yang kedua dengan segala keriuhan barunya. Sementara, Inayah Sri Wardhani memilih untuk menceritakan gonjang-ganjing pernikahannya dan perjuangannya untuk terus bertahan melanjutkan hidup sendirian.  Lathifah Ambarwati juga turut menuliskan pasang surut kehidupan rumah tangganya.

Persoalan pendidikan juga diceritakan di buku ini. Ari Pandan Wangi bercerita tentang impiannya menjadi sarjana yang sempat tertunda, dan akhirnya tercapai. Ada Yeptirani Syari yang mengungkapkan tentang bagaimana ia berkukuh mengenakan hijab saat sekolah. Kemudian dokter cantik Sylvia Tanumiharja membagikan kisah tentang keputusannya untuk bersekolah lagi sembari tetap bertugas. 

Beberapa penulis memiliki pasang surut di dunia kepenulisan. Sebut saja Bintang SH yang berkisah kecintaannya pada menulis, serta pilihannya untuk tidak berangkat ke acara besar kepenulisan demi mamanya yang sakit. Ada pula kisah Evie Suryani Pohan yang berjuang di dunia literasi dan berusaha menghidupkan lagi keagungan nama Raja Barus yang mengalir dalam darahnya. Reffi Dhinar ikut mengisahkan perjalanannya hingga menjadi mentor menulis. 

Aku juga ikut menulis di buku ini. Sebuah momen perjalananku kembali menemukan jalan untuk menulis setelah berputar ke sana kemari. Yoni Astuti berkisah tentang dua dunianya yang berbeda: menjadi penulis dan tour guide. Ada pula Shenawangtri yang mengisahkan perjalanannya menulis hingga menelurkan novel pertamanya. Simak juga Titin Supriatin yang mengisahkan pengorbanannya merelakan buku-buku tercinta demi anaknya, hingga kemudian punya pondok baca lagi.

Yang tiba-tiba jadi ibu, tiba-tiba jadi nenek pun ada. Ihdina Sabili, misalnya. Ia menceritakan pengalaman pertamanya menjadi seorang ibu yang ternyata menakjubkan. Ima Rahisya juga mengisahkan pilihannya untuk menjadi ibu dari anak-anaknya dengan sadar dan syukur. RWilis mengisahkan pengalamannya menjadi nenek  penuh waktu untuk cucu pertamanya. Titie Surya bercerita tentang hidupnya yang tiba-tiba menjadi nenek dan mertua saat menikah lagi.

Kisah sedih tentang kepergian yang terkasih pun tak terlewatkan. Fabiola Ponto menuliskan kisah hidupnya dan sahabatnya Sisca Maya, yang telah berpulang karena Covid-19.  Iryani Syahrir mengisahkan tentang perjuangannya merawat sang mama dengan indah, hingga akhirnya berpulang.

Berjuang dari penyakit tentu juga menjadi titik balik kehidupan yang baru. Mamik Wijayanti mengisahkan perjuangannya dengan katarak. Ratna Chandra Sari mengisahkan perjuangannya melawan Covid-19. Triana Damayanti mengisahkan kekuatannya dalam melawan penyakit kanker. Serta Ikasari yang dalam perjuangannya melawan diabetes pun menarik untuk disimak. Yenni Sampoerna, mantan penyiar, bercerita tentang perjuangannya melawan stroke. 

Perjalanan hidup yang bermanuver dari titik satu ke yang lain pun ada. Kisah Ely Setyowati yang selamat dari kecelakaan fatal begitu mencengangkan. Kisah Hamida Soetadji tentang perjuangannya dengan Blood for Life sangat menarik. Didi Cahya pun menulis tentang dunianya yang jungkir balik karena persoalan keluarga dan pekerjaan, tepat menjelang 50 tahun usianya. Ada kisah seru dari I
radah Haris tentang gempa di Pulau Bawean yang membuat ia mengatur hidup kembali. Javaema menceritakan tentang pilihannya untuk bangga dengan budaya dan leluhur Jawa. Ada pula Vivid Sambas mengisahkan kecintaannya pada kota tempat tinggal barunya: Jakarta.  

 

Mari Mencintai Kehidupan

Buku ini mengajarkan untuk menghargai hidup, mencintai kehidupan. Bahkan memaknai hal kecil pun bisa membuat diri kita terasa lebih tangguh. Mengabadikan hal-hal yang terjadi dalam perjalanan dalam tulisan akan membuat kita jadi ingat pada segala kesulitan dan lebih menikmati setiap detiknya.

Buku terbitan Padmedia lainnya yang memiliki isi nyaris serupa adalah Sebelas Jalan Kehidupan. Bedanya, di Sebelas Jalan Kehidupan lebih dimaksudkan sebagai kumpulan memoar para penulisnya yang telah mengikuti kelas menulis biografi. Dalam buku HIIB lainnya, kisah-kisah inspiratif juga telah banyak dituliskan. Hanya saja Kehidupan Kedua ini memiliki jumlah penulis yang paling banyak dari lainnya. 

Buku Kehidupan Kedua telah diterbitkan dan resmi diluncurkan pada Sabtu, 18 Januari 2025 lalu, di Royal Plasa, Surabaya. Acara itu dimeriahkan oleh para penulis yang sempat hadir dan tamu undangan. Diskusi lanjutan pun dilakukan di Jakarta pada Februari 2025 yang lalu untuk para penulis yang berada di daerah Jabodetabek. 

Membaca seluruh kisah dalam buku ini, membuatku menghela napas panjang. Setiap kisahnya mendorong kita lebih bijaksana. Sekaligus sebagai terapi untuk menerima keadaan yang ada, juga bersyukur pada apa yang kita miliki saat ini. Seandainya diminta, aku tak akan mau mengubah apa pun yang telah terjadi di dalam hidupku. Persis seperti kutipan yang selalu kupegang teguh sejak dulu.

I am not afraid of tomorrow, for I have seen yesterday, and I love today!          ~ William Allen White 


Data buku:

Judul: Kehidupan Kedua
Penerbit: Padmedia Publisher
Penulis: Agus Prasmono, dkk
Editor: Heti Palestina  Yunani
Desain Sampul: Yoes Wibowo
Cetakan pertama, 2025
Soft cover, paperbook
14x20cm, 232 halaman 



#windyeffendy #resensibuku #kehidupankedua #padmediapublisher  

No comments