Kejujuran, Kebaikan, dan Kesabaran yang Berbuah Manis

Resensi Buku Ketiban Rejeki Bertubi-tubi karya Brett Pitt

Buku kuning yang ditulis Awan Gunawan alias Brett Pitt ini adalah karyanya yang terbaru. Setelah menerbitkan buku merah putih Pacor Story, lalu Kanda-Dinda, buku yang satu ini seperti merangkum seluruh kisah hidupnya. 

Pertama kali aku mengenal Awan tentu saja dari Facebook. Membaca tulisannya, aku langsung menyukainya. Gayanya gokil, dan tulisannya terasa lucu dan cerita—walau ternyata hidupnya sedang dirundung malang. Ketika ia mulai menerbitkan buku, it just feel so right. Terutama ketika kesulitan hidup Awan dan keluarganya menjadi latar belakang terbitnya buku yang pertama. 

Saat itu, aku ketinggalan kereta saat ingin memesan. Aku tetap menikmati tulisannya di Facebook. Ketika buku kuning yang berjudul Ketiban Rejeki Bertubi-tubi ini terbit, aku segera saja memesannya. Ternyata, buku ini lebih ringkas dari yang kuduga.


Perjalanan Hidup Brett Pitt yang Naik Turun

Buku ini berkisah tentang kehidupan Awan, yang menyebut dirinya Brett Pitt, sejak memulai merintis karier, lalu terlibat utang, dan jatuh terpuruk, hingga bangkit lagi dan sukses luar biasa. Awan yang juga memiliki branding Pacor alias Papa Corel—nama anaknya yang pertama—bercerita dengan jenaka di setiap bagiannya. Yang paling banyak di-highlight adalah perihal Dinda, istri tercintanya yang biasa disebut dengan Nikol Kidman. 

Awalnya, Awan punya usaha percetakan dan desain yang dinamakan Awanamp. Berekspansi dengan masif, hingga memiliki beberapa investor, yang kemudian berkembang dengan banyak cabang Awanamp. Satu yang menarik dari tulisan Awan di bagian ini adalah saat ia mengibaratkan dirinya sebagai cangkir kecil.

"Cangkir kecil yang belagu, yang baru aja ketumpahan air seember malah jauh dari keluarga yang setiap hari menunggu di depan pintu." ~Awan Gunawan, Ketiban Rejeki Bertubi-tubi, hal 19.

Ilmu yang belum cukup mengakibatkan ia tak bisa mengelola dana. Akibatnya, usahanya bangkrut. Awan terjerat utang yang sangat besar. Mereka sekeluarga kembali tinggal di kontrakan yang kecil di lantai dua sebuah barber shop.

Awan memulai usahanya dari nol. Satu per satu mesin untuk usaha percetakan dan desainnya dijual. Awan sempat berjualan bubur, hingga kemudian berjualan bakmi yang diberi nama Bakmi Pacor. Lucunya, Awan memberikan bakmi gratis untuk ibu hamil, para pelajar yang rangking 1-2-3, dan mahasiswa yang IPK-nya bagus. Di antara kesusahannya, Awan masih terus berbagi untuk sesamanya.

Ketika mulai bercerita di Facebook, Awan menuliskan status dengan jenaka. Berkutat di masalah keluarganya, bahkan sempat membahas soal beha istrinya. Keunikan itu yang membuat like dan followers-nya kian bertambah. Dinda pun mulai menulis di Facebook juga, sehingga mereka berdua dikenal sebagai pasangan yang tangguh, dan lucu.

Kisah mereka dilirik oleh salah satu penerbit, yang kemudian menghasilkan buku Pacor Story yang pertama. Tidak hanya itu, Awan dan Dinda pun tampil di Kick Andy dan menginspirasi banyak orang.

Hingga kini, usahanya sudah beragam. Termasuk memiliki usaha sari lemon dengan berpartner, lalu merambah ke madu. Awan dan Dinda pun diundang menjadi narasumber dan berbicara di berbagai forum. 


Meski Susah, Tetap Berbagi

Kebaikan hatinya yang menjadi kunci kesuksesan Awan dan keluarga. Walaupun sedang dalam keadaan kekurangan, Awan tetap memberikan sedekah untuk orang yang lebih susah darinya. 

Ketika sudah viral di Facebook, kemudahan itu semakin didapatkannya. Setelah membaca tulisannya, tak jarang followers atau teman yang ada di dunia maya tergerak untuk membantu. Banyak yang menitipkan uang atau dana untuk dibelanjakan oleh Awan dan diberikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. Ia berperan sebagai "kurir", mengantarkan dan mengirimkan amanah yang telah dititipkan kepadanya. 

Setelah itu, tak jarang yang transfer atau mengirimkan uang begitu saja kepadanya. Buat Corel. Buat Dinda. Dan sebagainya. Rahmat dan rezeki dari Allah yang luar biasa. 

Kebaikan hatinya itu jugalah—juga kebaikan hati istrinya—yang membawa mereka hingga ke layar televisi nasional. Bertemu Andy F. Noya, yang dulu menjadi angan Awan: suatu saat bisa diundang ke Kick Andy. Impian yang terwujud dengan jalan yang tidak disangka-sangka. 

Pasangan yang satu ini, sekecil apa pun, selalu berusaha berbuat baik kepada siapa pun. Seperti tanda tangannya yang manis di awal buku, untukku.


Ringan Dibaca, Dalam Isinya

Buku ini kubaca dengan sekali duduk. Cukup ringan isinya, plus tulisan Awan yang mengalir begitu saja. Jenaka dan menyenangkan. 

Awan menyisipkan pesan tentang kekuatan doa dan afirmasi, keyakinan pada pasangan, dan keteguhan hati untuk tidak menyerah. Awan memberikan contoh dan kisahnya tanpa menggurui. Kadang-kadang, kita bisa ikut tertawa pada momen Awan bercerita tentang tingkah istrinya. Istri yang begitu dicintainya. Seperti diucapkannya pada saat diwawancarai ole Andy F. Noya: "Walaupun saya banyak utang, dia tidak pernah meninggalkan saya."

Keriangan isinya pun membuatku (berusaha) mengabaikan beberapa kaidah penulisan EYD yang kadang meleset. Walaupun, bila seharusnya bisa, kemelesetan itu masih bisa diperbaiki. Namun, seperti kata Uda Ivan Lanin: "Baku tidak harus kaku." Maka ketika tulisan ini memiliki konteks dan gaya yang menawan, bisalah dimaklumi di beberapa titik. Walaupun—catat ya, walaupun—seharusnya masih bisa disempurnakan. Bakat OCD-ku kambuh seketika melihat beberapa hal kecil yang memelesat melesetnya.

Jujur, satu hal kecil—tetapi besar—yang agak mengganggu. Kata "rezeki" yang dituliskan jadi "rejeki" dengan besar di judul. Otomatis selanjutnya dalam buku juga dituliskan sama. Harapanku, setidaknya untuk hal-hal prinsip seperti ejaan yang krusial untuk judul (dan bila harus tentunya juga di dalam buku) bisa diperbaiki oleh editornya. Sebelum buku itu dicetak ribuan dan disebar ke seluruh Indonesia, dengan penulisan yang tidak baku.

Detail lucu dalam buku ini adalah logo brand Pacor yang terus ada dalam setiap jeda, di setiap pengkolan. Bahkan di titik samping nomor halaman. Si cewek centil yang tersenyum dengan dua konde di kepalanya ini selalu ada. Sederhana, tetapi menyenangkan. 


Selalu Berbaik Sangka

Di akhir bukunya, ada satu bagian yang berjudul Behind The Scene. Di situ ada foto-foto momen penting dalam hidup Awan. Tebersit pertanyaan geli, ini foto asli atau tidak, ya? Tentunya beberapa direka ulang. Saat Awan bersedih, harus berkelana mencari Tetagram untuk anaknya, lalu makan nasi uduk sambil menangis bercucuran air mata, masa iya ada yang memotret, batinku dalam hati. Namun, usahanya membuat buku ini tampil dengan visualisasi sungguh asyik. 


Yang keren lagi, ada pesan yang disampaikan di bagian akhir tulisan, sebelum bagian Behind The Scene.

Sangka baik terus sama Allah ya gaes.
Dia gak pernah ninggalin kita.
Dia yang paaaling baik sama kita.
~Brett Pitt, Ketiban Rejeki Bertubi-tubi, hal. 122

Pas banget buku ini dibaca saat Ramadan, ya, gaes? Sungguh nikmat rasanya setelah membaca sampai tuntas. Keyakinan yang ada menjadi semakin kuat. Yakin bahwa Allah akan selalu bantu. Jadi, jangan pernah menyerah, ya, kawan. [WE]


Judul Buku: Ketiban Rejeki Bertubi-tubi
Penulis: Awan Gunawan (Brett Pitt)
Penerbit: Nasmedia (PT. Nas Media Indonesia)
Cetakan Pertama, Agustus 2024
Soft cover, paper book
14.5 x 20.5 cm, 156 halaman 


Lakarsantri, Ramadan day #3

#windyeffendy #resensibuku #ketibanrejekibertubitubi #pacorstory #awangunawan


No comments